Siaga Rentenir Online, Check Dahulu Pinjol Tercatat di OJK


Warga sebaiknya mematuhi info yang sudah dilakukan oleh Kewenangan Jasa Keuangan (OJK) supaya tidak terjerat dengan sarana pendanaan dari financial technology atau pinjaman online (pinjol) ilegal yang sebetulnya ialah rentenir online.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menjelaskan, OJK sejauh ini terus-menerus lakukan usaha membuat perlindungan warga dari tindakan perusahaan fintech (financial technology) atau pinjol ilegal.

Sudah diketahui, OJK aktif melangsungkan publikasi, pembelajaran, buka nomor aduan warga, sediakan sarana check validitas pinjol ke Contact 157, dan mengupdate daftar financial technology tercatat dan berijin secara periodik. OJK lewat Satuan tugas Siaga Investasi (SWI) sudah memblok 3.193 pinjol ilegal yang menggelisahkan warga per awal Juni 2021.

“Usaha OJK disatu segi pantas dihargai karena dalam tahun-tahun ini, OJK terus-menerus lakukan penutupan program pinjol ilegal bekerja bersama dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika,” katanya seperti diambil di Jakarta, Selasa, 22 Juni 2021.

Bhima menambah, dari segi nilai, transaksi bisnis pinjol memanglah belum berarti efeknya ke mekanisme keuangan nasional, tapi perlu selekasnya ditangani karena mengarah fragmen micro, khususnya di perdesaan yang literatur keuangannya rendah, hingga dapat menambahkan warga miskin baru.

“Pinjol ilegal ini jadi kanibal dari pinjaman instansi keuangan resmi, tapi di lain sisi menjerat nasabahnya. Pinjol ilegal ini mengolah fragmen micro koperasi dan BPR, tapi ini lebih menjerat, hingga perlu diatasi bisa lebih cepat,” jelasnya.

Tetapi, di lain sisi, Bhima menyampaikan Pemerintahan memang hadapi rintangan susahnya menangani pinjol ilegal karena pesatnya pemain ganti nama saat dikunci. Sesudah ganti nama, perusahaan masih bekerja dengan korban baru.

Ia menjelaskan sekarang ini ada 11 kementerian dan instansi negara yang mempunyai peraturan berkaitan financial technology, seperti Kementerian Hukum dan HAM untuk tandatangan digitalnya, Kemendagri untuk data kependudukan dan instansi yang lain.

Bhima menambah bila ada warga memiliki masalah dengan pinjol, bila pinjolnya legal karena itu dapat mengadu ke OJK karena OJK memang memantaunya dan telah ada POJK Nomor 77 Tahun 2016 mengenai Service Pinjam Pinjam Uang Berbasiskan Tehnologi Info.

 


“Tetapi, jika pinjol ilegal ini masalahnya ke faksi Kepolisian karena secara kontrak kesepakatan credit tidak syah. Jika dibarengi pengancaman, mengancam dan memberikan ancaman karena itu kuasanya telah masuk ke pidana. Itu berada di tingkat Kepolisian,” terangnya kembali.

Dalam masalah ini, SWI menolong treking dan pencatatan perusahaan pinjol ilegal atau ada perlakuan pembekuan rekening, tapi follow-up perlakuan diberikan ke penegak hukum.

Ia menjelaskan, minimal ada empat ciri-ciri pinjol ilegal alias rentenir digital. Pertama, penawaran pinjaman memakai SMS/WA, hingga harus selekasnya dihapus. Financial technology lending atau pinjol tercatat dan berijin di OJK tidak dibolehkan tawarkan pinjaman lewat aliran komunikasi pribadi, baik SMS atau pesan instant pribadi tanpa kesepakatan customer.

Ke-2 , tidak tercatat dan berijin di OJK. Ke-3 , biaya bunga, denda dan ongkos lain tidak lumrah atau terlampau tinggi. Ke-4, calon nasabah diminta data pribadi, contact, galeri, kalender lokasi dan beberapa data pribadi yang relatif privacy, bahkan juga ada yang tanpa kesepakatan pada awal.

Lebih jauh, Bhima menjelaskan salah satunya langkah untuk menangkap aktor usaha rentenir online dengan selekasnya mengesahkan Perancangan Undang Undang Pelindungan Data Pribadi yang telah masuk ke program legislasi nasional (prolegnas) tahun 2021.

“Legitimasi RUU Data Pribadi perlu didorong bisa lebih cepat. Permasalahan kerahasiaan data pribadi nasabah di bank relatif telah kelar. Tetapi, pinjol tidak ditata, karena itu perlu payung hukum. Untuk menangkap aktor penyimpangan data, Kepolisian akui masih kekurangan instrument hukumnya,” tutur Bhima.

Bhima menjelaskan dari segi literatur, literatur digital warga relatif masih rendah, yakni sekitaran 30 %. Ini sebagai penyebab timbulnya kasus guru TK yang terjerat pinjol ilegal.

Link copied to clipboard.