Aspek Perpajakan Bisnis Pinjaman Online


Utang sebagai istilah yang sering bersebelahan dengan kehidupan, bahkan juga ada paket istilah "Konsumsi, Utang, dan Tabungan". Seorang sering manfaatkan utang untuk penuhi aktivitas konsumsi atau kepentingan yang lain.

Di zaman digital seperti sekarang ini, seorang bukan hanya mendapat utang dari utang konservatif, tetapi dapat didapat lewat utang online. Belum juga belakangan ini utang online jadi trending di media sosial karena beberapa penyimpangannya. Lantas bagaimana implementasi pajak pada utang online di Indonesia?

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan kenakan pengambilan Pajak Pendapatan (PPh) dan Pajak Bertambahnya Nilai (PPN) pada aktor jasa keuangan di basis financial technology peer-to-peer lending atau yang umum dikenali dengan istilah utang online (pinjol).

Hal itu dilaksanakan untuk memberi kesetaraan di antara jasa keuangan konservatif dan jasa keuangan digital. Aktor usaha dalam perdagangan lewat mekanisme electronic (PMSE) sekarang bisa digolongkan sebagai pebisnis terkena pajak (PKP) pedagang ketengan (PE). Sekarang ini perdagangan ketengan tidak harus sama dengan timbunan uang lembar, pembayaran bisa dilaksanakan lewat mekanisme debet atau mekanisme lain.

Proses Usaha Transaksi bisnis Pinjol

Perubahan usaha yang semakin cepat dan disertai dengan perubahan tehnologi melahirkan istilah financial technology (fintech). Lebih dulu harus dimengerti bagaimana proses transaksi pinjol.

Pada umumnya pemberi utang (lender) dan yang menerima utang (borrower) berjumpa dalam suatu basis hingga terjadi transaksi bisnis pinjam-meminjam. Atas imbal hasil yang diterima lender semestinya bisa dikenakan PPh dan PPN.

Proses usaha diawali dari pengajuan proposal utang uang yang disodorkan calon peminjam ke pelaksana, selanjutnya pelaksana memandang kelaikan proposal yang disodorkan itu. Jika dipandang pantas, karena itu pelaksana tentukan besaran bunga utang dan tampilkan proposal di basis.

Calon pemberi utang akan menyaksikan proposal yang telah diposkan oleh pelaksana di basis yang berisi info besaran utang, besaran imbal bunga, dan tenor. Calon pemberi utang yang tertarik bisa memberi utang sesudah menyerahkan uang sebesar dasar utang. Peminjam yang memperoleh saluran dana akan bayar cicilan yang mencakup elemen dasar utang, bunga utang, dan imbalan jasa untuk pelaksana sepanjang tenor yang sudah ditetapkan.

Peranan Penyuplai Basis

Kewenangan Jasa Keuangan (OJK) lewat situs sah ojk.go.id mengatakan jika s/d 30 Maret 2021, ada 147 perusahaan pelaksana financial technology peer-to-peer lending atau financial technology lending yang tercatat dan berijin di OJK. Sekarang ini OJK sedang meningkatkan Pusat Data Financial technology Lending (Pusdafil) untuk tingkatkan pemantauan pada kegiatan pemain financial technology peer-to-peer-lending.

Sepanjang ini tidak ada ketentuan khusus yang atur ketetapan perpajakan financial technology peer-to-peer lending. Hal yang penting jadi perhatian jika ingin atur berkenaan pajak pinjol ialah bagaimana ketentuan itu bisa memberi kejelasan hukum untuk beberapa aktor usaha, terjaganya kesetaraan di antara perusahaan konservatif dengan digital, dan kepatuhan dari aktor usaha financial technology itu. Untuk tingkatkan kepatuhan aktor usaha financial technology dibutuhkan kesederhanaan dalam administrasi baik dari sisi laporan atau pengambilan pajaknya.

Tidak Ada Tipe Pajak Baru

Kepala Subdirektorat Ketentuan PPN Perdagangan, Jasa, dan PTLL Bonarsius Sipayung mengatakan jika tidak ada tipe pajak baru dalam perancangan ketentuan yang diatur DJP, ketentuan itu nanti akan menegaskan pajak terutang dari transaksi bisnis aktor usaha financial technology.

Disaksikan dari faktor PPh, secara intisari pendapatan dari imbalan bunga bisa digolongkan sebagai pendapatan pasif atau pendapatan aktif. Jika disaksikan dari pemikiran pendapatan pasif dengan anggapan imbalan bunga yang didapat pemberi utang tanpa usaha aktif dan hanya didapat karena ada asset berbentuk modal utang, peminjam harus menggunting PPh Pasal 23 sejumlah 15% dari imbalan bunga yang dibayar jika peminjam dengan status sebagai subyek pajak tubuh dalam negeri.

Jika pemberi utang tidak mempunyai NPWP akan dikenakan peningkatan biaya sejumlah 100% dari 15%. Tetapi, peminjam tak perlu menggunting PPh Pasal 23 jika peminjam dengan status sebagai subyek pajak orang individu dalam negeri. Dengan begitu, penghitungan pajak atas pendapatan pemberi utang bisa memakai Etika Perhitungan Pendapatan Neto (NPPN) atau proses umum. Proses ini lebih handal karena sekarang ini pembikinan bukti pemangkasan PPh Pasal 23 dibikin dengan program e-Bupot.

Jika disaksikan dari pemikiran pendapatan aktif dengan anggapan imbalan bunga yang didapat pemberi utang sebagai dari hasil aktivitas usaha karena ada aktivitas pemisahan proposal yang sudah dilakukan oleh pemberi utang, karena itu pemberi utang yang mempunyai omset kurang dari Rp4,8 miliar /tahun dikenai PPh Final dengan biaya 0,5%. Pajak yang terutang sebesar 0,5% harus disetor sendiri oleh pemberi utang setiap bulannya. Proses ini mempermudah pemberi utang dalam hitung dan menyerahkan PPh terutang, tetapi harus diingat proses ini memiliki sifat sementara karena pengenaan pajak berdasar Ketentuan Pemerintahan Nomor 23 Tahun 2018 berlaku paling lama 7 tahun.

Disaksikan dari faktor PPN, untuk pemberi utang imbalan bunga terhitung tipe jasa yang tidak dikenai PPN karena terhitung dalam negative daftar berdasar Pasal 4A ayat (3) huruf d UU PPN.

Dari segi pelaksana akan dikenakan PPN, mengapa begitu? Dalam perdagangan lewat mekanisme electronic (PMSE) aktor usaha sekarang bisa digolongkan sebagai pebisnis terkena pajak (PKP) pedagang ketengan (PE) hingga aktivitas itu untuk pelaksana sebagai jasa terkena pajak. Pelaksana harus mengeluarkan faktur pajak PPN setiap terjadi transaksi bisnis.

Dari semuanya, digitalisasi mempunyai potensi tingkatkan kemajuan ekonomi. Perubahan usaha yang semakin cepat dan disertai dengan perubahan tehnologi menuntut pemerintahan manfaatkan kehebatan tehnologi untuk memajaki transaksi digital. Karena ada ketentuan yang pas diharap bisa memberi kesetaraan di antara jasa keuangan konservatif dan digital.

Link copied to clipboard.