Pinjaman Online Menurut Pandangan Hukum Islam
Utang online yang prospektif keringanan-terlebih di zaman wabah-dipandang lebih efisien, mudah dan cepat dibanding harus berjumpa langsung di lokasi untuk lakukan transaksi bisnis hutang piutang. Dalam launching OJK (Kewenangan Jasa Keuangan), sampai 22 Januari 2021 ada 148 penyuplai jasa pinjol yang telah legal, diantaranya seperti, Danamas, Investree, Amartha, Dompet Kilat, Toko Modal, Uang Rekan dan yang lain.
Akan tetapi, fasilitas kekinian yang memberi keringanan untuk lakukan transaksi bisnis utang online pada prakteknya tersisa banyak masalah dalam masyarakat. Dimulai dari praktek ribawi seperti bunga utang yang mencekik, teror fisik untuk peminjam yang tidak dapat bayar utang, acaman penebaran rahasia individu ke khalayak lewat sosial media sosial dan lain-lain.
Dalam pengkajian fikih muamalah kontemporer pinjam uang dengan online hukumnya bisa. Serah-terima secara hukmiy (legal-formal/non-fisik) dipandang terjadi baik secara i'tibâran (tradisi) atau secara hukman (syariah atau hukum positif) dengan takhliyah (pelepasan hak pemilikan di satu faksi) dan wewenang untuk tasharruf (mengurus/menjualbelikan/memakai pada pihak lain), walau serah-terima secara hissan (fisik barang) belum ada. (Baca: Al-Ma'ayir As-Syar'iyah An-Nasshul Kamil lil Ma'ayiri As-Syar'iyah, halaman 57).
Dalam seperti fikih lainnya disebut,
والعبرة في العقود لمعانيها لا لصور الألفاظ…. وعن البيع و الشراء بواسطة التليفون والتلكس والبرقيات, كل هذه الوسائل وأمثالها معتمدة اليوم وعليها العمل.
"Yang diperhitungkan dalam akad-akad ialah subtansinya bukan wujud lafadznya, dan jual-beli lewat telepon, telegram dan semacamnya sudah jadi alternative yang khusus dan dipraktikkan". (Syaikh Ahmad bin Umar Asy-Syathiri, Syarh al-Yaqut an-Nafiis, II/22)
Walau transaksi bisnis pinjamam online (pinjol) hukumnya bisa, namun orang atau instansi yang mempraktikan utang online sebaiknya memerhatikan banyak hal sebagai berikut;
Pertama, tidak memakai praktek ribawi (riba: rentenir). Riba dalam berpiutang ialah sebuah tambahan nilai atau bunga melewati jumlah utang saat dibalikkan dengan nilai tertentu yang diambil dari jumlahnya dasar utang untuk dibayar oleh peminjam. Larangan (keharaman) praktek riba disebutkan secara eksplisit (shorih) dalam Al-Quran,
وَأَحَلَّ ٱللَّهُ ٱلْبَيْعَ وَحَرَّمَ ٱلرِّبَوٰا۟ ۚ
"Allah sudah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba." (Al-Baqarah [2]: 275).
Larangan dan hujatan praktek riba disebutkan dalam beberapa hadis Rasulullah, diantaranya,
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
"Rasulullah ﷺ melaknat pemakan riba (rentenir), geprekor riba (nasabah yang meminjam), penulis transaksi bisnis riba (sekretaris) dan dua saksi yang melihat transaksi bisnis riba." Kata beliau, "Semua sama di dalam dosa." (HR. Muslim).
Lebih detil supaya kita tidak terjerat praktek riba, Habib Abdur Rahman bin Muhammad bin Husain binUmar al-Masyhur menerangkan dalam kitabnya,
إِذِ الْقَرْضُ الْفَاسِدُ الْمُحَرَّمُ هُوَ الْقَرْضُ الْمَشْرُوْطُ فِيْهِ النَّفْعُ لِلْمُقْرِضِ هَذَا إِنْ وَقَعَ فِيْ صُلْبِ الْعَقْدِ فَإِتْ تَوَاطَآ عَلَيْهِ قَبْلَهُ وَلَمْ يَذْكُرْ فِيْ صُلْبِهِ أَوْ لَمْ يَكُنْ عَقْدٌ جَازَ مَعَ الْكَرَاهَةِ كَسَائِرِ حِيَلِ الرِّبَا الْوَاقِعَةِ لِغَيْرِ غَرَضٍ شَرْعِيٍّ
"Praktik utang yang hancur dan haram ialah menghutangi karena ada persyaratan memberikan faedah ke orang yang menghutangi. Ini bila persyaratan itu disebut dalam ikrar. Adapun saat persyaratan itu terjadi saat saat sebelum ikrar dan tidak disebut dalam ikrar, atau mungkin tidak ada ikrar, karena itu hukumnya bisa dengan hukum makruh. Seperti beragam langkah untuk memanipulasi riba pada selainnya arah yang dibetulkan syariat." (Bughyah al-Mustarsyidin, hlm 135).
Ke-2 , tidak boleh tunda bayar utang. Hukum tunda untuk bayar utang apabila sudah sanggup hukum haram.
Rasulullah ﷺ bersabda,
لَيُّ الْوَاجِدِ يُحِلُّ عِرْضَهُ وَعُقُوْبَتَهُ.
"Menahan-nahan (pembayaran) yang sudah dilakukan oleh orang sanggup menghalalkan harga diri dan pemberian ancaman padanya." (HR. Nasa'i)
Dalam hadis kisah Imam Bukhori disebut,
مَطْلُ الْغَنِيِّ ظُلْمٌ…
"Penangguhan (pembayaran) yang sudah dilakukan oleh orang sanggup ialah satu kezaliman…." (HR. Bukhori).
لأن المعنى أنه يحرم على الغني القادر أن يمطل بالدين بعد استحقاقه بخلاف العاجز
"Arti hadits di atas ("tunda bayar utang dzolim") jika haram untuk orang yang cukup secara keuangan lakukan penangguhan bayar hutang sesudah tetapnya hutang itu, berlainan hal sama orang yang belum sanggup (membayar)," (Syekh Badruddin al-‘Aini, ‘Umdah al-Qari Syarah Shahih al-Bukhori, juz 18, hal. 325).
Ke-3 , maafkan orang yang tidak sanggup membayar utang terhitung tindakan mulia.
Hakekatnya utang harus di bayar. Bahkan juga bila yang berhutangpun telah wafat, karena itu pewarisnya punyai kewajiban untuk membayarnya. Tetapi, untuk orang yang pinjamkan, bila yang orang yang pinjam uang benar-benar tidak dapat membayar utangnya, karena itu maafkan ialah satu tindakan yang mulia dalam tuntunan Islam.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Apabila (orang berhutang itu) dalam kesulitan, karena itu berilah kuat sampai ia berkelapangan. Dan menyedekahkan (beberapa atau semua hutang) itu, lebih bagus buatmu, bila kamu ketahui". (QS. Al-Baqarah [02]: 280).
Dalam hadis disebut,
مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَادَامَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ
"Siapa saja melepas dari muslim satu kesusahan di dunia, Allah akan melepas kesusahan darinya di hari kiamat; dan Allah selalu membantu hamba-Nya sepanjang dia (sukai) membantu saudaranya."(HR. Muslim).
Dalam hadis kisah lainnya disebut hal keutamaan maafkan orang yang tidak sanggup membayar utang,
عن أبي هريرة رضي الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (كان تاجر يداين الناس، فإذا رأى معسراً قال لفتيانه تجاوزوا عنه لعل الله أن يتجاوز عنا، فتجاوز الله عنه).
"Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Ada seorang pedagang yang memberi utang ke manusia, karena itu bila dia menyaksikan orangnya kesusahan, dia berbicara ke pelayannya: Bebaskanlah dia, mudah-mudahan Allah melepaskan kita ( dari dosa-dosa dan adzab-), karena itu Allah juga membebaskannya". (Muttafaq ‘Alaih).*/Abdul Muiz Ali, Wakil Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Pengurus Dewan Syariah Nasional. Artikel dari situs MUI Pusat