Pinjol Ilegal Harus Dibasmi Sampai Akarnya


Selesai mendapatkan perintah dari Presiden Joko Widodo, faksi Kepolisian RI segera bertindak untuk memberantas beberapa aktor pinjaman online ilegal yang sudah menggelisahkan warga. Beberapa orang sekarang sudah jadi terdakwa selesai lakukan penangkapan di beberapa tempat.

“Sebagai sisi dari warga, kita menghargai penegak hukum yang sudah melakukan tindakan tegas memberantas pinjol ilegal. Tetapi masalah pinjol bukan sekedar permasalahan ekonomi semata-mata. Keberadaaan pinjol, intinya pinjol ilegal, jadi beban tertentu sebagai masalah sosial warga,” sebut Yudi Syamhudi Suyuti dari UN World Citizens’ Initiative Campaign Indonesia, Kamis (18/11).

Kejahatan pinjol yang demikian masif pada akhirnya menghancurkan aturan psikis warga. Karena, beberapa korban berguguran karena penekanan beberapa penagih pinjol ini. Bahkan ada yang perlu kehilangan nyawa.

Imbas dari pinjol dalam masyarakat, ikat Yudi, ialah pertambahan kemiskinan berlebihan, kasus perpisahan yang tinggi, trauma dan masalah psikis yang berat, sampai lakukan bunuh diri karena intimidasi dan beban pengembalian pinjaman.

“Dalam masalah ini, kami mendeskripsikan pinjol ilegal sudah mempunyai potensi lakukan sebuah kejahatan extraordinary crime karena meliputi tiga kejahatan besar,” ucapnya.

Pertama, kejahatan kemanusian. Ini sama sesuai Dekalarasi HAM PBB pasal 3, di mana tiap orang memiliki hak atas penghidupan, kebebasan dan keselamatan pribadi). Lantas pasal 4, yang mengatakan “Tidak seorang juga bisa diperbudak atau diperhambakan, perbudakan dan perdagangan budak berbentuk apa saja perlu dilarang:

Juga pasal 5, Tidak seorang juga bisa disiksa atau diberlakukan secara kejam, mendapat tindakan atau dijatuhi hukuman secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya.

Dikatakan Yudi, kejahatan kemanusiaan ini menyalahi UU No 39 Tahun 1999 Mengenai Hak Azasi Manusia, UU No. 8 Tahun 1999 mengenai Pelindungan Customer, dan KUHP Pasal 335 mengenai Tindakan Tidak Membahagiakan dan Pasal 368 Mengenai Pemerasan.

Ke-2 ialah kejahatan keuangan. Yakni menyalahi UU No 25 Tahun 2002 Mengenai Tindak Pidana Pencucian Uang dengan sanksi hukuman 20 tahun penjara. Lau POJK Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Service Pinjam Pinjam Uang Berbasiskan Tehnologi Info, dan UU No 10 Tahun 1998 Mengenai Peralihan Atas UU no 7 Tahin 1992 Mengenai Perbankan.

Ke-3 , kejahatan pada keamanan negara dan bangsa, berdasar UU ITE No 19 Tahun 2016 Pasal 29 dan pasal 32 ayat 2 dan 3, dan UU No 24 Tahun 2013 Mengenai Administrasi Negara, pasal 95A yaitu Tiap orang yang tanpa hak menebarluaskan Data Kependudukan seperti diartikan dalam pasal 79 ayat (3) dan Data Individu seperti diartikan dalam pasal 86 ayat (1a).

 

Selanjutnya KUHP Pasal 112 Mengenai Kejahatan Pada Keamanan Negara “Siapa saja dengan menyengaja umumkan beberapa surat, beberapa berita atau keterangan-keterangan yang dijumpainya jika harus dirahasiakan untuk kebutuhan negara, atau mungkin dengan menyengaja memberitahu ke negara asing,diintimidasi dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun. Juga sama seperti dengan UU RI No 3 Tahun 2002.

Dari potensi-potensi tertera di atas, UN World Citizens’ Initiative Campaign Indonesia memandang kejahatan pinjol sebagai kejahatan yang struktural lewat kejahatan mekanisme keuangan yang bisa menghancurkan kestabilan ekonomi, kestabilan sosial, dan stabiliatas kemanan negara.

Apa lagi kejahatan ini mengikutsertakan faksi perbankan sebagai terminal fasilitator arus dana dari faksi debitur dan kreditur.

“Oleh karenanya, kami dari UN World Citizens’ Initiative Campaign Indonesia mengutamakan, kejahatan keuangan harus selekasnya dibasmi sampai akar-akarnya. Karena ini menjadi satu diantara konsen dan konsentrasi khusus kami di UN dan di beberapa instansi/organisasi keuangan global dan civil society untuk merealisasikan green monetary sebagai salah satunya dasar perolehan SDG’s 2030,” tutupnya, dikutip Kantor Informasi Politik RMOL.

Link copied to clipboard.