Teror Pinjaman Online: Dibalik Nilai Ekonomis dan Kurangnya Rangka Hukum Pelindungan Data Individu



Menyebarnya kasus teror penagihan pinjaman online (PINJOL) jadi momok baru untuk warga di zaman digital saat ini.Dari waktu ke waktu, banyak kasus mengenai teror bill PINJOL.Ini jadi pertanda tersingkapnya segi gelap dari perubahan Info dan Tehnologi (IT) yang tidak kita ketahui karena lebih condong untukmelihat segi baik tehnologiyang banyak memberi keringanan untuk kita. Sebetulnya, teror penagihan pinjaman ini bukan barang baru. Saat sebelum ekosistem usaha dan ekonomi digital berkembang memasuki konsumen di Indonesia, teror ini sudah dirasa oleh konsumen perbankan berkaitan dengan bill kartu credit dan produk keuangan yang semacam. Lalu apa yang penting jadi catatanefek negatif kasus dari perubahan usaha di bidang fintech (financial technology) ini? Minimal ada tiga hal khusus sebagai background kasus ini. Pertama, tumbuh suburnya program PINJOL yang tidak berbasiskan pada kepatuhan hukum; ke-2 , mangkirnya ketentuan mengenai pelindungan data pribadi;dan ke-3 , kurangnya pengetahuan mengenai nilai ekonomis data personal oleh orang perorangan.

 

Pertama, ekosistem usaha digital sudah berkembang dengan pesatnya. Beragam pengembangan tehnologi financial technology memberi kesempatan sekalian teror. Kesempatan yang ada ialah memberi keringanan yang kemungkinan untuk beberapa orang dipandang seperti salah satunya wujud alternatif dalam terhubung jasa pinjaman keuangan yang tidak disiapkan oleh industri perbankan konservatif. Banyak pro-kontra berkaitan dengan ini, jika ada penglihatan industrifintech akan ‘mengalahkan’ industry perbankan konservatif. Tetapi penglihatan ini disangga oleh indisti perbankan, jika sebenarnya industri financial technology sebagai dukungan sistem dari mekanisme yang konservatif. Selanjutnya, perubahan industri PINJOL ini diamankan oleh pelaku penyuplai jasa PINJOL. Penyuplai jasa ini dengan benar-benar gampang tawarkan jasanya tanpa ikuti ketentuan yang ada. Memang, dari kewenangan sendiri sudah keluarkan ijin untuk beberapa penyuplai jasa PINJOL. Tetapi itu juga tidak hentikan praktik PINJOL yang sudah dilakukan oleh pelaku yang tidak berbasiskan pada ketentuan yang ada.

 

Ke-2 , mangkirnya ketentuan mengenai pelindungan data personal bisa disebutkan jadi ihwal karut marutnya penyelenggaraan usaha digital khususnya PINJOL yang berbasiskan program. Data personal jadi kunci penyelenggaraan usaha ini. Jika dengan ketentuan yang mendalam diharap jadi injakan untuk regulator untuk mengaplikasikan beberapa prinsip pelindungan data personal. Beberapa prinsip itu bisa menjadi ketentuan main untuk beberapa pelaksana usaha financial technology dalam masalah ini pelaksana PINJOL dan jadi alat untuk faksi yang berkuasa sebagai dasar untuk melakukan tindakan jika ada pelanggaran.

Hingga saat ini, ketentuan mengenai data personal mengarah pada Ketentuan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Permenkominfo) No. 20 Tahun 2016 mengenai Pelindungan Data Individu dalam Mekanisme Electronic. Perkominfo ini belum dengan jelas berisi dan jamin hak konsumen pemilik data (ELSAM, 2019). Hak konsumen dalam masalah ini ialah hak yang menempel pada konsumen di saat ia konsumsi sebuah produk atau manfaatkan service tertentu. Minimal study yang sudah dilakukan menulis ada 8 hak pemilik data yang perlu ditanggung dan tercantum pada peraturan atau peraturan perusahaan pelaksana PINJOL dan fintechpada biasanya yakni:

(a) Hak atas Info atas data yang diolah;

(b) Hak Terhubung Data yang sudah dihimpun;

(c) Hak Untuk Menampik Pemrosesan Data Pribadi;

(d) Hak untuk Membenahi, Memblok dan Hapus Data yang sudah diolah;

(e) Hak untuk memperoleh hasil profil dan ambil keputusan automatis yang sesuai;

(f) Hak untuk mendapat dan mengalihkan data yang dihimpun perusahaan;

(g) Hak untuk memperoleh proses hukum yang efisien dan efisien; dan

(h) hak atas ganti rugi (ELSAM, 2019). Hingga saat ini, hak-hak dasar itu belum tercermin dalam penataan penyelenggaraan jasa PINJOL dan financial technology pada umumnya.

Ke-3 , jika mendidik diri kita mengenai besarnyavalue data personal di zaman digital ini jadi sebuah kebenaran, hingga kita memahami imbas eksplorasi data personal yang sudah dilakukan oleh faksi lain. Konsumen harus pintar dalam pahami langkah kerja usaha di zaman digital ini tidak terlepas dari pendayagunaan data personal kita. Sebagai contoh, tidak cukup kita nikmati produk atau service digital yang makin mempermudah kerja dan kehidupan kita setiap harimisalnya manfaatkan PINJOL karena tawarkan keringanan dalam terhubung dana pinjaman tanpa diimbangi dengan pengetahuan mengenai perubahan Big Data, Blockchain danCloud Computing.Big Data sebagai tehnologi langkah kerjanya ialah memercayakan data personal orang perorangan yang diproses dengan algoritme tertentu yang pada akhirnya bisa dijadikan salah satunya alat pengambil peraturan aktor usaha saat lakukan pengembangan dan taktik usahanya. Juga begitu dengan Blockchain, seringkali algoritme yang dibuat malah mengobral data personal konsumen. Cloud Computing sebagai fasilitas penyimpanan data konsumen yang memercayakan jaringan Internet sangat rawan terkena gempuran cyber (siber attack) yang bawa imbas riskannya kebocoran data itu. Sekarang ini, info berkaitan ini juga juga gampang untuk dijangkau. Hingga pembelajaran diri ini jadi kunci untuk konsumen bagaimana untuk tentukan sikapnya dalam manfaatkan produk atau service digital tertentu.

Bertumpu dari ke-3 hal itu, bisa dilaksanakan upaya-upaya untuk regulator untuk duduk bersama dengan pebisnis PINJOL dan financial technology secara umum untuk membikin ketentuan atau standard bersama mengenai pengendalian dan operasional usaha dengan masih tetap menampung perubahan usaha digital dengan masih tetap memberi pelindungan ke konsumen. Hingga diharap hasilkan ketentuan yangberimbang dan memberi agunan kejelasan usaha digital dengan masih tetap memberi penjaminan dan penghormatan hak-hak konsumen sebagai pemilik data personal. Memang, sudah dikeluarkan beragam jenis beleid berkaitan dengan financial technology, namun tetap dibutuhkan penilaian lengkap dari beragam faksi. Disamping itu, tetap perlu dilaksanakan upaya-upaya untuk melekaskan ulasan Perancangan Undang-Undang (RUU) Pelindungan Data Individu. Peranan warga sipil dalam menjaga ini mutlak diperlukan. Bagaimanakah mungkin di zaman yang serba digital ini, pemerintahan tidak memiliki injakan untuk jamin penghormatan hak-hak digital masyarakat negara selain masih tetap lakukan upaya-upaya penyejahteraan lewat peningkatan eksosistem usaha dan ekonomi digital.

Link copied to clipboard.